Rasulullah SAW bersabda: “Cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot” (HR. Bukhari & Muslim).
Kumis adalah rambut yang tumbuh di atas mulut dan berada di bawah hidung. Sebagian kaum lelaki lebih senang memelihara kumis mereka hingga tumbuh lebat dan melintang. Ada yang beranggapan bahwa dengan berkumis tebal maka akan memunculkan kesan yang lebih macho/ gentle. Lalu bagaimana sesungguhnya Islam mengatur kita tentang kumis? Merujuk keterangan Dr. Said bin Ali Wahf al-Qahthani, hukum mencukur kumis adalah wajib. Ini termasuk salah satu sunnah fitrah. Kita dianjurkan untuk mencukur kumis tidak lebih dari 40 hari sebagaimana Rasulullah SAW melakukannya. Yang dimaksud mencukur kumis adalah memotongnya sependek mungkin. Dengan melakukan hal ini seseorang akan terlihat indah, rapi, dan bersih. Hal ini juga sebagai pembeda dengan orang kafir.
Mengingat posisinya yang berada di bawah hidung dan di atas mulut maka kumis yang tebal bisa terkena kotoran-kotoran mulut dan hidung seperti liur, dahak, ingus, dan sisa makanan. Kotoran-kotoran tersebut akan sangat sulit dihilangkan sehingga dapat menjadi tempat berkembangnya kuman, jamur, serta bakteri. Disamping itu bisa juga menjadi sumber bau tak sedap yang dapat mengganggu pemilik kumis karena bau yang ditimbulkannya. Ia dapat menjadi tempat penularan penyakit ketika si pemilik kumis menguap, bersin, atau ketika membuka mulut untuk berbicara.
Oleh sebab itu bisa dipahami jika Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mencukur kumis atau menipiskan kumis sekali seminggu sebagai penyempurnaan kebersihan & kesucian, juga sebagai penenang jiwa. Sebab badan yang kotor dapat menyebabkan kesempitan dan kesusahan. Beliau juga memerintahkan agar kita tak lalai mencukur kumis hingga melewati masa 40 hari. Sebagaimana keterangan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik: “Rasulullah SAW bersabda, telah ditentukan batas waktu bagi kita untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memangkas rambut kemaluan. Jangan sampai kita membiarkannya lebih dari 40 malam (hari)”. (HR. Muslim)
Mencukur kumis berarti menjaga kebersihan mulut yang berfungsi sebagai jalan makanan. Bayangkan jika kumis dibiarkan tidak ditata & tidak dipotong sebagian, maka makanan atau minuman yang masuk akan tersentuh kumis yang belum tentu bersih. Disamping itu dengan mencukur kumis atau memotong sebagian kumis mengisyaratkan kesopanan, kelembutan, dan kerendahan hati tanpa mengurangi kejantanan.
Karena itu keliru kiranya orang yang beranggapan bahwa dengan adanya kumis yang lebat maka menandakan kejantanan. Ada pula yang memanjangkan kumis untuk menambah kesan gagah atau kesombongan, padahal kesombongan jelas dilarang dalam Islam.
(Dikutip dari Majalah Islam Furqon edisi 73/ TH.VIII/ Desember 2010)