Isu nikah usia muda sering menjadi polemik & kontroversi dlm masyarakat. Bagaimana hukum Islam memandang kasus sprti ini??
Syariat Islam tdk mengatur/memberikan batasan usia trtentu utk melaksanakan suatu prnikahan. Namun secara implisit syariat menghendaki pihak org yg hendak melakukan prnikahan adl benar-benar org yg sdh siap mental, pisik, & psikis hingga memahami arti pernikahan yg merupakan bagian dr ibadah. Maksud nikah muda menurut pendapat mayoritas yaitu org yg blm mencapai baligh bagi pria dan blm mencapai menstruasi (haidh) bagi wanita.
Dalam fiqih Islam ada yg disebut kafa’ah (kesetaraan). Kafa’ah di sini bukan berarti agama Islam mengakui adanya perbedaan (kasta) dalam masyarakat. Kafa’ah bukan pula suatu keharusan & sama sekali bukan mjd syarat dlm akad pernikahan, namun pertimbangan Kafa’ah hanya sekedar sbg anjuran & dorongan agar pernikahan berjalan dgn keserasian & saling pengertian antara kedua belah pihak serta demi langgengnya bahtera rumah tangga. Diantaranya adalah kesetaraan dalam hal ketakwaan.
Ada yg berdalih bahwa nikah muda merupakan tuntunan Nabi SAW yg patut ditiru. Pendapat ini sama sekali tidak benar karena Nabi SAW tdk pernah mendorong & menganjurkan untuk melakukan pernikahan di bawah umur. Akad pernikahan antara Rosul SAW dgn Sayidah Aisyah RA yg kala itu baru berusia sekitar 10 tahun tdk bs dijadikan sandaran & dasar pegangan usia pernikahan dgn alasan sbb:
Pertama:
Pernikahan tsb merupakan perintah Alloh SWT, sebagaimana sabda Rosul SAW, “Saya diperlihatkan wajahmu (Sayidah Aisyah) dlm mimpi sebanyak 2x, Malaikat membawamu dgn kain sutera nan indah & mengatakan bahwa ini adl istrimu”. (HR. Bukhari & Muslim).
Kedua:
Rosul SAW sendiri sebenarnya tdk berniat utk berumah tangga kalaulah bukan krn desakan para sahabat lain yg diwakili oleh Sayidah Khawlah binti Hakim yg masih merupakan kerabat Rosul SAW, di mn mreka melihat betapa Rosul SAW stlh wafatnya Sayidah Khadijah RA istri tercintanya sangat membutuhkan pendamping dlm mengemban dakwah Islam.
Ketiga:
Pernikahan Rosul SAW dgn Sayidah Aisyah RA mempunyai hikmah penting dlm dakwah & pengembangan ajaran Islam & hukum2nya dlm berbagai aspek kehidupan khususnya yg brkaitan dgn masalah kewanitaan.
Keempat:
Masyarakat Islam (Hijjaz) saat itu sdh terbiasa dgn masalah nikah muda & sdh biasa menerima hal tsb, shg tdk timbul adanya asumsi buruk & negatif dlm masyarakat.
Dlm UU pernikahan di sejumlah negara Arab hampir sama dgn UU Indonesia. Suriah, umpamanya menjelaskan batas usia pernikahan utk pria adl jk telah mencapai 18 thn & utk wanitanya jk sdh berusia 16 thn (UU Pernikahan Suriah, pasal 16).
Seyogyanya apa yg telah dibuat oleh UU hendaknya mendapat dukungan dr semua pihak serta dpt mjd cth baik dgn mengedepankan hal2 yg telah mjd standar dlm syariat & bkn mencari hal2 kontroversi yg mnjadikan org2 mjd brtanya2 bahkan yg lbh parah lg meragukan kebenaran syariat. (Mamby).