Suatu ketika Hasan Basri Rohimakumullah pernah berkata: Pada suatu hari aku mengelilingi lorong kota Bashrah dan pasarnya bersama-sama para ahli ibadah. Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan seorang tabib. Dia duduk di kursi yang dihadapannya ada banyak orang untuk berobat, yang semuanya membawa botol berisikan air. Setiap orang dari mereka bermaksud meminta obat yang tepat bagi penyakit yang mereka derita.
Selanjutnya majulah seorang pemuda yang ahli ibadah tersebut kepada sang Tabib, lalu ia berkata : “Wahai Tabib, apakah engkau mempunyai ramuan obat yang dapat membersihkan dosa dan mengobati penyakit hati?”. “Punya”, jawab Tabib tersebut dengan mantab. “Ambillah resep berikut ini”, katanya:
1. Ambillah akar pohon kefakiran dan akar pohon ketawadlu’an.
2. Masukkan akar tobat ke dalamnya.
3. Masukkanlah ketiga unsur itu ke lesung ridha.
4. Tumbuklah sampai halus dengan alu qona’ah.
5. Masukkanlah semua itu dalam panci taqwa.
6. Tuangkan air malu ke dalamnya.
7. Didihkan itu semua ke dalam api mahabbah.
8. Selanjutnya tuangkan semua itu ke dalam mangkuk syukur.
9. Dinginkan apa yang ada dalam mangkok syukur tersebut dengan kipas raja’ (senang dengan adanya karunia Allah).
10. Minumlah semua itu dengan sendok pujian.
”Jika engkau dapat melaksanakannya, maka semua itu akan menyelamatkan dirimu dari jenis penyakit & musibah di dunia & akhirat”, saran sang tabib.
Ya... Kefakiran & ketawadlu’an ibarat sebuah pohon. Sebab keduanya merupakan suatu yang tinggi nilainya di sisi Allah. Adapun akar berfungsi sebagai faktor hidupnya sebuah pohon.
Maknanya adalah carilah faktor-faktor yang bisa menjadikan seseorang yang mampu menerima kefakiran secara ridha & bersikap tawadhu’, sebab keduanya amatlah tinggi nilainya di sisi Allah. Ibnu A’tho berkata: ”tawadhu’ akan memudahkan seseorang menerima kebenaran ”. Termasuk seperti kata Ibnu Abbas, ”kategori tawadhu’ adalah seseorang yang mau minum dari sisa air minum saudaranya sendiri”. Al-Qusyairi berkata, ”kefakiran adalah simbolnya Aulia’ (para wali), permatanya ashfiya’ (orang-orang yang berhati bersih), dan merupakan suatu yang Allah pilihkan untuk hamba-hamba pilihan-Nya dari atqiya’ (orang-orang yang bertaqwa), dan anbiya’ (para nabi). Oleh karena itu untuk mengobati segala penyakit hati yang mendera setiap umat manusia di dunia, mari kita mengobatinya dengan resep-resep tersebut sehingga diri & jiwa kita menjadi bersih.
(Tulisan ini disarikan dari kitab Nashihul Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani).
Sumber: Majalah Islam Furqon edisi 54/ TH.VII/ Mei 2009/ Jumadil Ula 1430